Astagfirullah...!!! Seorang Ibu Merawat Keluarga Anaknya "Sekuat Tenaga", Namun "Satu Kalimat" Menantunya, Membuat Dia Mengakhiri Semuanya! |
Sejak ia menikah, aku tentunya mulai bertanggung jawab untuk merawat anakku serta menantuku. Aku sudah menganggap hal ini sebagai hal yang memang seharusnya. Awalnya aku pikir anakku mau tinggal denganku setelah menikah, tapi dia dan istrinya mengatakan kalau mereka pasangan muda dan butuh ruang gerak, akhirnya aku pun melepaskannya.
“Surga Untukmu Bu” Sedih Melihat Bayi Ini Mencium Ibunya yang Meninggal Setelah Melahirkannya
Tapi supaya dekat dan mudah menjaga mereka, aku dan suamiku
kemudian pindah ke komplek tempat mereka tinggal. Setiap pagi aku akan pergi ke
rumah anakku dan membantu mereka membuat sarapan dan membersihkan rumah. Setiap
malam aku juga akan membantu mereka memasak dan menunggu mereka sampai mau
tidur, aku baru pulang ke rumah.
Sampai suatu hari, aku masih melakukan hal yang sama setiap
harinya, membawa sayur pulang dari pasar dan pergi ke rumah anakku, tapi hari
itu aku tidak bisa membuka pintu rumah anakku. Bukan karena aku salah membawa
kunci, tapi ternyata menantuku mengganti kunci rumahnya. Dia bilang, "Di
komplek ini banyak pencuri, jadi…."
Hari itu, aku juga sama seperti biasanya, aku memasak sarapan
untuk mereka, kemudian membersihkan rumah dan mencuci baju. Tapi, menantuku
tidak memberikan kunci yang baru padaku, aku pikir mungkin dia lupa. Sampai
malam harinya, anakku pulang, dia memberikanku kunci baru dengan tambahan,
"Ma, jangan biarkan istriku tahu.."
Aku tahu hal ini tidak sesederhana kelihatannya. Keesokkan
harinya, aku masih melakukan hal yang sama, pergi ke rumah anakku. Tapi
sesampainya aku di depan rumah mereka, aku mendengar pertengkaran dari dalam
rumah. "Kamu pasti kasih kunci ke mama kamu kan!"
"Siapa yang gak ngerasa risih, setiap mandi, taruh
cucian di keranjang, besok paginya mama kamu pasti cuciin. Ngeliat semua
pakaian dalam di jemuran, aku sama sekali gak senang karena dibantu, aku malah
risih karena privasiku diganggu."
"Coba aja kamu liat, kamu terlalu dimanja mama kamu,
setiap hari cuman tiduran di sofa, gak perlu ngapa-ngapain, gak pernah beres-beres,
gak pernah buang sampah, kamu cuman gak disuapin aja, kalau nggak, kamu persis
kayak anak-anak."
"Apa mama kamu gak bisa kayak mama orang lain, di masa
tuanya menikmati hidupnya, pergi jalan-jalan atau liburan, atau pergi dengan
teman-temannya menikmati teh sore, jangan terus kayak kamera yang merekam semua
kegiatan kita."
Siapa sangka, ternyata aku mendengar semua itu dari mulut
menantuku, ternyata inilah balasan dari "pengabdian 24 jam" aku. Tapi
dari semuanya itu, yang paling membuatku sedih, justru jawaban dari anakku,
"Dia itu mamaku, kamu mau aku gimana lagi?"
Aku selalu menyiapkan kedua tanganku untuk mereka, tapi
ternyata, di mata menantuku, aku justru adalah seorang mama yang tidak mengerti
keadaan, Sepulang dari rumah anakku hari itu, aku menangis di depan
suamiku dan menceritakan semuanya, "Dia itu anak aku satu-satunya,
keinginan terbesarku adalah menjaga mereka dan berkorban bagi mereka, tapi aku
malah dinilai seperti itu."
Suamiku cuman menjawab, "Ini pasti salah paham aja,
nanti aku coba ngomong sama mereka."
Tapi kemudian, suamiku berkata padaku, "Coba kamu liat
temen-temen kamu, semua pada pergi berlibur, bahkan ada yang keliling dunia.
Kamu juga orang yang suka berpetualang, tapi demi mereka, kamu malah jadi ibu
rumahan yang ketinggalan jaman. Coba kamu pikirin.."
Kalimat dari suamiku ini, membuat aku berpikir sangat lama,
setiap katanya menusuk sampai ke hatiku. Apa aku memang gak pengen pergi
jalan-jalan?Akhirnya aku langsung mengajak suamiku pergi ke sebuah taman
besar. Di sana ada beberapa ekor kambing, aku dan suamiku masih sempat melihat
induk kambing melahirkan anaknya. Melihat kedekatan induk dan anak, aku juga
ingat dulu, aku dan anakku begitu dekat."Kalau induk kambing itu kayak kamu juga, gak berani
melepaskan anaknya, dan selalu nempel terus sama anaknya, kambing kecil itu
mana mungkin bisa hidup? Apalagi, siapa sih orang yang mau menikahi pria yang
masih nempel terus sama mamanya? Kayak anak yang masih disusuin terus.."Suamiku tiba-tiba mengatakan hal ini. Sangat jelas, dia ingin
aku mengerti sesuatu. Kemudian suamiku menambahkan, "Cinta seorang ibu
yang sebenarnya, justru adalah momen dimana dia berani mundur dan melepaskan.""Ibu yang tidak berani melepaskan anaknya dan mengira
itu adalah cinta, justru mengambil seluruh kontrol dari kehidupan anaknya dan
membuat anaknya tidak dewasa…"Dalam hatiku aku berpikir, apakah aku benar-benar seorang
mama yang seperti ini? Suamiku hanya tersenyum, kemudian dia membawaku pergi
berlibur selama seminggu, aku dan suamiku banyak berfoto sebagai
kenang-kenangan, dia bahkan mengajari aku bagaimana main instagram dan
memosting foto kami berdua.Kemudian, sepulang dari sana, aku menelepon anakku, aku
bilang aku mau berkunjung ke rumahnya. Anakku jelas kaget, "Ma, bukannya
mama punya kunci, datang aja langsung"Aku cuman tertawa, sampai malam itu, aku dan suamiku pergi ke
rumah anakku. Aku bercerita tentang perjalanan liburan kami. Kemudian aku masih
bercanda, "Kami berencana masih mau pergi liburan, kalian mau nyumbang
gak? Hahaha"Siapa sangka menantuku langsung menjawab, "Ma, mama
boleh pergi beli tas baru kesukaan mama, aku transfer sekarang yah ma.."Malam itu, aku sangat bahagia. Sebelum pulang, aku
mengeluarkan kunci rumah anakku dan memberikannya pada mereka, "Mama nanti
gak bisa sering datang, walaupun mau datang, mama pasti telepon dulu."Anakku kebingungan, "Ma, kenapa mam?" Aku hanya
menjawab, "Mama gak marah, mama cuman belajar mundur." Aku kemudian
memeluk anakku, air mataku pun mulai menetes. Itulah pertama kali aku mengucapkan
perpisahan dengan anakku.Selanjutnya, aku benar-benar melakukan banyak perjalanan
berdua dengan suamiku. Kami berdua sudah pensiun, kalau tidak pergi
jalan-jalan, kami bisa apa.. Anakku suka telepon dan bertanya dimana kami. Aku
cuman membalasnya dengan mengirimkan fotoku dan suamiku. Siapa sangka fotoku
ini kemudian dibagikan oleh menantuku ke teman-temannya.Banyak orang bertanya, mengapa harus mempunyai anak?
Menghasilkan keturunan atau mencari orang yang merawat di masa tua? Lalu ada
orang yang menjawab dengan jawaban yang mengharukan, "Untuk berkorban dan
menikmati."Setiap orang tua pasti menjadikan anak mereka satu-satunya,
demi anak, mereka rela mengorbankan apapun, bahkan mengorbankan kebahagiaan
diri sendiri. Namun yang lebih penting, apa yang didapat oleh anak-anak dari
didikan orang tua?Kalau ditanya, apa teladan paling baik yang bisa diberikan
orang tua? Kebahagiaan terbesar yang bisa diberikan orang tua untuk anak-anak
adalah suami istri yang rukun dan saling mencintai. Karena kebahagiaan orang
tua, pekerjaan orang tua, bahkan posisi sosial orang tua adalah hal-hal yang
dipelajari oleh anak-anak.Kita tidak boleh membiarkan anak-anak kurang kasih sayang di
masa kecil, juga tidak boleh membiarkan anak-anak kurang mandiri setelah dewasa.
Yuk kita sama-sama belajar mendidik anak menjadi pribadi yang sehat dan bahagia
sobat cerpen!
Baca Juga :
loading...
0 Response to "Astagfirullah...!!! Seorang Ibu Merawat Keluarga Anaknya "Sekuat Tenaga", Namun "Satu Kalimat" Menantunya, Membuat Dia Mengakhiri Semuanya!"
Posting Komentar