Mengonsumsi Produk Berlabel Halal Saja tidak Cukup, Terus? |
Makanan berlabel halal memang banyak ditemukan di tanah air.
Tapi, tidak cukup dengan halal saja. Makanan yang akan dikonsumsi juga harus
baik bagi tubuh "Halalan Thoyyiban". Sebagaimana firman Allah
Subhanahu Wa Ta'ala di dalam Al Qur’an
“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayyib)
dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu
beriman kepada-Nya” (QS. Al Maidah : 88)
Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain,
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan;
karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. Al Baqarah
: 168)
Halal yang harus diperhatikan pun bukan sekedar halal
makanannya, akan tetapi penting diperhatikan sumber yang didapat untuk
memperoleh makanan tersebut, apakah dengan cara yang baik (halal) atau dengan
cara yang bathil (haram).
Jika sumbernya haram seperti korupsi, mencuri, merampok,
maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal, tetap haram. Hal
itu akan membuat si pemakannya disiksa di api neraka. Rasulullah Shalallohu
'Alaihi Wasallam berkata,
"Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka
api neraka lebih utama membakarnya," (HR. Ath-Thabrani)
Tak berhenti sampai di situ, upaya dalam memastikan kehalalan
suatu produk perlu juga diperhatikan antara lain alat yang digunakan, serta
cara pengolahannya, harus dipastikan tidak memiliki unsur-unsur atau zat yang
dapat membuat makanan yang tadinya halal menjadi haram. Sebagai contoh, roti
yang berasal dari tepung terigu, telur dan sebagainya yang asalnya halal, akan
tetapi diolah dengan menambahkan minyak babi atau zat haram lainnya, sudah
barang tentu roti olahan tersebut haram hukumnya.
Di Negara kita, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki
wewenang menentukan halal tidaknya makanan yang diproduksi oleh pabrik maupun
home Industry. Pasalnya, sebelum menentukan kehalalan suatu produk, MUI
terlebih dahulu memeriksa mulai dari komposisi makanan, cara pembuatan serta
alat-alat yang digunakan. Setelah dilakukan uji kelayakan dan dipastikan
kehalalannya dari hulu ke hilir inilah produk-produk tersebut baru benar-benar
bisa dinyatakan halal. Setelah itu barulah produsen berhak mendapatkan sertifikat
dari MUI serta wajib dicantumkan label halal berlogo MUI sebagai pembuktian
bahwa produk tersebut halal.
Dewasa ini banyak ditemukan produk-produk makanan,
obat-obatan juga kosmetik yang memiliki label halal dengan "tulisan
Arab" saja. Klaim halal semacam itu belum dapat dijadikan patokan bahwa
produk tersebut benar-benar halal. Sebab halalnya suatu produk mestinya
memiliki sertifikat dari MUI, karena 'halal' saja belum tentu terjamin
kehalalannya.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota
Tangsel, Abdul Razaq, mengimbau masyarakat agar teliti ketika hendak membeli.
Bagi yang ragu-ragu apakah makanan yang dikonsumsi tersebut berlabel halal atau
tidak, lebih baik ditinggalkan saja seperti dikutip. Dikutip dari ROL, MUI juga
menyarankan agar terus berhati-hati atas produk makan yang tidak berlabel halal
MUI. Karena kehalalan makanan akan menentukan pribadi dan kehidupan kita.
Baca juga :
loading...
0 Response to "Mengonsumsi Produk Berlabel Halal Saja tidak Cukup, Terus?"
Posting Komentar