Masya Allah !!...Disindir Tentang Hijab Oleh Komika Uus, Jawaban Wirda Mansur Bikin Mati Kutu |
Salah satu komika yang cukup aktif di media sosial dan banyak membuat
kontroversi adalah Uus. Hal yang cukup membuat netizen berkomentar keras adalah
terkait pernyataannya yang menyinggung masalah hijab terhadap para pecinta
artis Korea atau K-popers.
"Cewek pake hijab, terus dateng ke konser nangis-nangis. Mungkin
keluarganya terlalu over protektif jadi pelampiasannya di situ," tulis sang komika pada Selasa 1 Maret 2016.
Tak hanya itu saja, baru-baru ini Uus juga membuat status yang juga
mempermasalahkan hijab dengan akhlak.
"Enggak
ngaruh kan berhijab mah cuma buat nutup aurat, akhlak mah belakangan jadi ya
gua bakal tetep ngomong. Entah hijab atau engga, akhlak urusan belakangan kan
ya? yang penting nutup aurat, besok aku pake baju diving
deh," tulisnya lagi.
Ternyata cuitan tersebut sampai kepada Wirda Mansur yang merupakan anak
dari Ustadz Yusuf Mansur. Melalui akun ask.fm, Wirda pun menjawab seorang
netizen yang mempertanyakan kebenaran tentang pernyataan dari Komika Uus.
Meski mengaku kesal, namun Wirda mencoba melihat permasalahan dengan bijak.
"Gue pribadi suka kesel kalau ada yang menyangkut pautkan soal hijab
dengan kekurangan orang. Enggak ada urusannya. Akhlak orang ya akhlak orang,
hijab ya hijab. Ya jangan salahkan hijabnya, salahkan akhlaknya. Tapi orang
juga bisa berubah. Jadi baiknya enggak usah menghina atau
menyindir," kata Wirda.
Disebutkannya
pula bahwa seseorang yang berhijab tersebut membutuhkan proses untuk menuju
lebih baik dan tidak langsung berubah begitu saja.
"Makan cabe kalau enggak segera minum bakalan lama
redanya. Begitu pula hijab, enggak bisa langsung berubah tapi perlahan-lahan
bisa," ujarnya.
Kaitannya dengan hijab, bagaimana sesungguhnya
hal ini dalam Islam ?
Perintah dan Hukum Memakai Jilbab Bagi Wanita
Muslim
Hukum Islam – Apakah
kita sebagai wanita muslim wajib memakai jilbab dan Bagaimana hukum memakai
jilbab? Mungkin pertanyaan itu yang muncul dalam benak wanita muslim. Apalagi
dewasa ini banyak wanita kebanyakan tidak memakai jilbab. Berikut penjelasan Perintah dan Hukum memakai jilbab Bagi Wanita
Muslim.
Apakah
kita pernah mendengar dalam ceramah agama. Dalm ceramahnya ada yang mengatakan
seorang wanita yang tidak memakai jilbab, jangankan masuk surga, bau surganya
saja tidak diizinkan Allah.
Subhanaalah
apakah kita sebagai wanita muslim tidak menyadari kalimat di atas ini adalah
suatu ancaman bagi wanita muslim. Mari kita perhatikan sepenggal cerita dibawah
ini
Hukum Memakai Jilbab
Salah
seorang perempuan cerdik & shalihah Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata:
“Sungguh, musuh-musuh Islam telah mengetahui bahwa keluarnya kaum perempuan dgn
mempertontonkan aurat adalah sebuah gerbang diantara gerbang-gerbang menuju
kejelekan & kehancuran. Dan dgn hancurnya mereka maka hancurlah masyarakat.
Oleh karena itulah mereka sangat bersemangat mengajak kaum perempuan supaya
rela menanggalkan jilbab & rasa malunya…” (Nasihati li Nisaa’, hal. 91)
Beliau
juga mengatakan: “Sesungguhnya persoalan tabarruj (mempertontonkan aurat) bukan
masalah ringan karena hal itu tergolong perbuatan dosa besar.” (Nasihati li
Nisaa’, hal. 95)
Allah Ta’ala Berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
utk menutup auratmu & pakaian indah utk perhiasan. & pakaian takwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raaf: 26)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang aurat, maka beliau
bersabda, “Jagalah auratmu, kecuali dari (penglihatan) suamimu atau budak yang
kau punya.” Kemudian beliau ditanya, “Bagaimana apabila seorang perempuan
bersama dgn sesama kaum perempuan ?” Maka beliau menjawab, “Apabila engkau
mampu utk tak menampakkan aurat kepada siapapun maka janganlah kau tampakkan
kepada siapapun.” Lalu beliau ditanya, “Lalu bagaimana apabila salah seorang
dari kami (kaum perempuan) sedang bersendirian ?” Maka beliau menjawab, “Engkau
lebih harus merasa malu kepada Allah daripada kepada sesama manusia.” (HR. Abu
Dawud [4017] & selainnya dgn sanad hasan, lihat Fiqhu Sunnah li Nisaa’,
hal. 381)
Perintah Berjilbab
Allah Ta’ala Berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai
Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu &
isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah utk dikenal, karena
itu mereka tak di ganggu. & Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Ahzab: 59)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Ayat yang
disebut dgn ayat hijab ini memuat perintah Allah kepada Nabi-Nya agar menyuruh
kaum perempuan secara umum dgn mendahulukan istri & anak-anak perempuan
beliau karena mereka menempati posisi yang lebih penting daripada perempuan
yang lainnya, & juga karena sudah semestinya orang yang menyuruh orang lain
utk mengerjakan suatu (kebaikan) mengawalinya dgn keluarganya sendiri sebelum
menyuruh orang lain. Hal itu sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang
artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian & keluarga
kalian dari api neraka.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 272)
Abu Malik berkata: “Ketahuilah wahai saudariku muslimah,
bahwa para ulama telah sepakat wajibnya kaum perempuan menutup seluruh bagian
tubuhnya, & sesungguhnya terjadinya perbedaan pendapat –yang teranggap-
hanyalah dlm hal menutup wajah & dua telapak tangan.” (Fiqhu Sunnah li
Nisaa’, hal. 382)
Perintah Mengenakan Jilbab/Hijab Khusus utk
Isteri Nabi?
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: “Ada segolongan orang
yang mengatakan bahwa hijab (jilbab) adalah dikhususkan utk para isteri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab Allah berfirman (yang artinya): “Wahai
para isteri Nabi, kalian tidaklah seperti perempuan lain, jika kalian bertakwa.
Maka janganlah kalian melembutkan suara karena akan membangkitkan syahwat orang
yang di dlm hatinya tersimpan penyakit. Katakanlah perkataan yang baik-baik
saja.” (QS. Al-Ahzab: 32) Maka jawabannya adalah: Sesungguhnya kaum perempuan dari
umat ini diharuskan utk mengikuti isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
‘ala aalihi wa sallam kecuali dlm perkara yang dikhususkan oleh dalil. Syaikh
Asy-Syinqithi mengatakan di dlm Adhwa’ul Bayan (6/584) tatkala menjelaskan
firman Allah: “Apabila kalian meminta sesuatu kepada mereka (isteri Nabi) maka
mintalah dari balik hijab, yang demikian itu akan lebih membersihkan hati
kalian & hati mereka…” (QS. Al-Ahzab: 53) Alasan hukum yang disebutkan
Allah dlm menetapkan ketentuan ini yaitu mewajibkan penggunaan hijab karena hal
itu lebih membersihkan hati kaum lelaki & perempuan dari godaan nafsu di
dlm firman-Nya, “yang demikian itu lebih membersihkan hati mereka & hati
kalian.” merupakan suatu indikasi yang sangat jelas yang menunjukkan maksud
keumuman hukum. Dengan begitu tak akan ada seorangpun diantara seluruh umat
Islam ini yang berani mengatakan bahwa selain isteri-isteri Nabi shallallahu
‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam tak membutuhkan kebersihan hati kaum perempuan
& kaum lelaki dari godaan nafsu dari lawan jenisnya…” “Beliau berkata:
“Dengan keterangan yang sudah kami sebutkan ini maka anda mengetahui bahwa ayat
yang mulia ini menjadi dalil yang sangat jelas yang menunjukkan bahwa wajibnya
berhijab adalah hukum umum yang berlaku bagi seluruh kaum perempuan, tak khusus
berlaku bagi para isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa ‘ala aalihi wa sallam
saja, meskipun lafal asalnya memang khusus utk mereka, karena keumuman sebab
penetapan hukumnya menjadi dalil atas keumuman hukum yang terkandung di
dalamnya. Dengan itu maka anda mengetahui bahwa ayat hijab itu berlaku umum
karena keumuman sebabnya. Dan apabila hukum yang tersimpan dlm ayat ini
bersifat umum dgn adanya indikasi ayat Al-Qur’an maka ketahuilah bahwa hijab
itu wajib bagi seluruh perempuan berdasarkan penunjukan Al Qur’an.” (Nasihati
li Nisaa’, hal. 94-95)
Hakikat Jilbab
Di dlm kamus dijelaskan bahwa jilbab adalah gamis (baju
kurung panjang, sejenis jubah) yaitu baju yang bisa menutup seluruh tubuh &
juga mencakup kerudung serta kain yang melapisi di luar baju seperti halnya
kain selimut/mantel (lihat Mu’jamul Wasith, juz 1, hal. 128, Al Munawwir, cet
ke-14 hal.199)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Yang
dimaksud jilbab adalah pakaian yang berada di luar lapisan baju yaitu berupa
kain semacam selimut, kerudung, selendang & semacamnya.” (Taisir Karimir
Rahman, hal. 272)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan: “Jilbab adalah selendang
yang dipakai di luar kerudung. Pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Mas’ud, Abu
‘Ubaidah (di dlm Maktabah Syamilah tertulis ‘Ubaidah, saya kira ini adalah
kekeliruan, -pent), Qatadah, Hasan Al Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim
An-Nakha’i, Atha’ Al Khurasani & para ulama yang lain. Jilbab itu berfungsi
sebagaimana pakaian yang biasa dikenakan pada masa kini (di masa beliau, pent).
Sedangkan Al Jauhari berpendapat bahwa jilbab adalah kain sejenis selimut.”
(Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah)
Syarat-Syarat Busana Muslimah
Para ulama mempersyaratkan busana muslimah berdasarkan
penelitian dalil Al-Qur’an & As-Sunnah sebagai berikut:
Harus menutupi seluruh tubuh, hanya saja ada perbedaan
pendapat dlm hal menutup wajah & kedua telapak tangan. Dalilnya adalah QS.
An-Nuur : 31 serta QS. Al-Ahzab : 59. Sebagian ulama memfatwakan bahwa
diperbolehkan membuka wajah & kedua telapak tangan, hanya saja menutupnya
adalah sunnah & bukan sesuatu yang wajib.
Pakaian itu pada hakikatnya bukan dirancang sebagai
perhiasan. Dalilnya adalah ayat yang artinya, “Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang bisa tampak.” (QS. An-Nuur : 31) Sebagian perempuan
yang komitmen terhadap syari’at mengira bahwa semua jilbab selain warna hitam
adalah perhiasan. Penilaian itu adalah salah karena di masa Nabi sebagian
sahabiyah pernah memakai jilbab dgn warna selain hitam & beliau tak
menyalahkan mereka. Yang dimaksud dgn pakaian perhiasan adalah yang memiliki
berbagai macam corak warna atau terdapat unsur dari bahan emas, perak &
semacamnya. Meskipun begitu penulis Fiqhu Sunnah li Nisaa’ berpendapat bahwa
mengenakan jilbab yang berwarna hitam itu memang lebih utama karena itu
merupakan kebiasaan para isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pakaian itu harus tebal, tak boleh tipis supaya tak
menggambarkan apa yang ada di baliknya. Dalilnya adalah hadits yang
menceritakan dua golongan penghuni neraka yang salah satunya adalah para
perempuan yang berpakaian tapi telanjang (sebagiamana tercantum dlm Shahih
Muslim) Maksud dari hadits itu adalah para perempuan yang mengenakan pakaian
yang tipis sehingga justru dapat menggambarkan lekuk tubuh & tak
menutupinya. Walaupun mereka masih disebut orang yang berpakaian, namun pada
hakikatnya mereka itu telanjang.
Harus longgar, tak boleh sempit atau ketat karena akan
menampakkan bentuk atau sebagian dari bagian tubuhnya. Dalilnya adalah hadits
Usamah bin Zaid yang menceritakan bahwa pada suatu saat beliau mendapat hadiah
baju yang tebal dari Nabi. Kemudian dia memberikan baju tebal itu kepada
isterinya. Namun karena baju itu agak sempit maka Nabi menyuruh Usamah agar
isterinya mengenakan pelapis di luarnya (HR. Ahmad, memiliki penguat dlm
riwayat Abu Dawud) Oleh sebab itu hendaknya para perempuan masa kini yang gemar
memakai busana ketat segera bertaubat.
Tidak perlu diberi wangi-wangian. Dalilnya adalah sabda
Nabi: “Perempuan manapun yang memakai wangi-wangian kemudian berjalan melewati
sekelompok orang agar mereka mencium keharumannya maka dia adalah perempuan
pezina.” (HR. An-Nasa’i, Abu Dawud & Tirmidzi dari sahabat Abu Musa
Al-Asy’ari) Bahkan Al-Haitsami menyebutkan bahwa keluarnya perempuan dari
rumahnya dgn memakai wangi-wangian & bersolek adalah tergolong dosa besar,
meskipun dia diizinkan oleh suaminya.
Tidak
boleh menyerupai pakaian kaum lelaki. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma,
beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat kaum
laki-laki yang sengaja menyerupai kaum perempuan & kaum perempuan yang
sengaja menyerupai kaum laki-laki.” (HR. Bukhari & lain-lain) Dari Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaknat lelaki yang mengenakan pakaian perempuan & perempuan yang
mengenakan pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud & Ahmad dgn sanad sahih)
Tidak boleh menyerupai pakaian khas perempuan kafir. Ketentuan ini
berlaku juga bagi kaum lelaki. Dalilnya banyak sekali, diantaranya adalah
kejadian yang menimpa Ali. Ketika itu Ali memakai dua lembar baju mu’ashfar.
Melihat hal itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini adalah
pakaian kaum kafir. Jangan kau kenakan pakaian itu.” (HR. Muslim, Nasa’i &
Ahmad)
Bukan pakaian yang menunjukkan ada maksud utk mencari popularitas.
Yang dimaksud dgn libas syuhrah (pakaian popularitas) adalah: Segala jenis
pakaian yang dipakai utk mencari ketenaran di hadapan orang-orang, baik pakaian
itu sangat mahal harganya –untuk memamerkan kakayaannya- atau sangat murah
harganya –untuk menampakkan kezuhudan dirinya- Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma
mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang memakai busana popularitas di dunia maka Allah akan mengenakan busana
kehinaan pada hari kiamat, kemudian dia dibakar api di dalamnya.” (HR. Abu
Dawud & Ibnu Majah dgn sanad hasan lighairihi) (syarat-syarat ini diringkas
dgn sedikit perubahan dari Fiqhu Sunnah li Nisaa’, hal. 382-391)
Siapa Saja Yang Boleh Melepaskan Jilbab?
Allah Ta’ala
Berfirman :
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاتِي لا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid &
mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan
pakaian mereka dgn tak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, & berlaku sopan
adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.”
(QS. An-Nuur: 60)
Ummu Abdillah Al-Wadi’iyah berkata: “Yang dimaksud dgn Al-Qawa’id
adalah perempuan-perempuan tua, maka kandungan ayat ini menunjukkan bolehnya
perempuan tua yang sudah tak punya hasrat menikah utk melepaskan pakaian
mereka.”
Imam Asy-Syaukani mengatakan: “Yang dimaksud dgn perempuan yang duduk
(Al-Qawa’id) adalah kaum perempuan yang sudah terhenti dari melahirkan
(menopause). Akan tetapi pengertian ini tak sepenuhnya tepat. Karena terkadang
ada perempuan yang sudah terhenti dari melahirkan sementara pada dirinya masih
cukup menyimpan daya tarik.” … “Sesungguhnya mereka (perempuan tua) itu
diizinkan melepasnya karena kebanyakan lelaki sudah tak lagi menaruh perhatian
kepada mereka. Sehingga hal itu menyebabkan kaum lelaki tak lagi berhasrat utk
mengawini mereka maka faktor inilah yang mendorong Allah Yang Maha Suci
membolehkan bagi mereka (perempuan tua) sesuatu yang tak diizinkan-Nya kepada
selain mereka. Kemudian setelah itu Allah masih memberikan pengecualian pula
kepada mereka. Allah berfirman: “dan bukan dlm keadaan mempertontonkan
perhiasan.” Artinya: tak menampakkan perhiasan yang telah diperintahkan utk
ditutupi sebagaimana tercantum dlm firman-Nya, “Dan hendaknya mereka tak
menampakkan perhiasan mereka.” Ini berarti: mereka tak boleh sengaja
memperlihatkan perhiasan mereka ketika melepas jilbab & sengaja
mempertontonkan keindahan atau kecantikan diri supaya kaum lelaki memandangi
mereka…” (dinukil dari Nasihati li Nisaa’, hal. 87-88)
Syaikh
Abu Bakar Al-Jaza’iri berkata: “Al-Qawa’idu minan nisaa’ artinya: kaum
perempuan yang terhenti haidh & melahirkan karena usia mereka yang sudah
lanjut.” (Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah)
Syaikh
As-Sa’di berkata: “Al-Qawa’idu minan nisaa’ adalah para perempuan yang sudah
tak menarik utk dinikmati & tak menggugah syahwat.” (Taisir Karimir Rahman,
Makbatah Syamilah) Imam Ibnu Katsir menukil penjelasan Sa’id bin Jubair,
Muqatil bin Hayan, Qatadah & Adh-Dhahaak bahwa makna Al-Qawa’idu minan
Nisaa’ adalah: perempuan yang sudah terhenti haidnya & tak bisa diharapkan
melahirkan anak.” (Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah).
Adapun
yang dimaksud dgn pakaian yang boleh dilepas dlm ayat ini adalah kerudung,
jubah, & semacamnya (lihat Aisarut Tafasir, Maktabah Syamilah)
Meskipun
demikian Allah menyatakan: “dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.”
(QS. An-Nuur: 60) Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri menjelaskan: Artinya tak
melepas pakaian tersebut (kerudung & semacamnya) adalah lebih baik bagi
mereka daripada mengambil keringanan.” (lihat Aisarut Tafasir, Maktabah
Syamilah).
Semoga
bermanfaat ~!
Baca Juga:
loading...
0 Response to "Masya Allah !!...Disindir Tentang Hijab Oleh Komika Uus, Jawaban Wirda Mansur Bikin Mati Kutu"
Posting Komentar