Maafkan Aku Istriku, Rumah Tangga Ini Sepertinya Jadi Neraka Bagimu Namun Kelak Menjadi Surga Karena Keikhlasanmu… |
Tugasmu begitu berat, mendukungku dan menemani anak-anak
hingga bisa tumbuh seperti sekarang. Tetapi aku merasa penghargaanku kepadamu
masih sangat kecil dibandingkan pengorbananmu. Maafkan aku istriku, ternyata
aku bukan suami yang sempurna.
Tadi malam, dua jam lebih saya berdiskusi dengan istri tentang eksistensi seorang istri. Ternyata banyak wanita yang galau. Mereka ingin eksis, tetapi bingung. Ingin bisnis, takut. Ingin mengejar karir, waktunya tidak seleluasa para pria. Ingin fokus mendidik anak, tetapi kemudian merasa ilmu yang didapat saat kuliah sia-sia.
Banyak wanita yang salah persepsi, mengira eksistensi istri itu dilihat dari penghasilan yang mereka dapatkan. Salah kaprah ini menjadikan tugas tambahan untuk seorang istri menjadi semakin berat. Hal ini terkadang diperparah dengan suami yang sering “memalak” penghasilan istri.
Sebenarnya tugas utama istri itu begitu berat dan mulia. Apa itu?
Mendukung suami menjadi lelaki yang hebat dalam karir atau bisnis sekaligus mendidik serta menyiapkan masa depan anak. Peran yang bisa dijalankannya begitu besar, ia manajer di rumah, pelatih, partner, konsultan dan pengayom bagi anggota keluarganya.
Apakah wanita tidak boleh bekerja atau berkarir ?
Tentu boleh, tetapi setelah tugas utamanya terselesaikan dengan sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan karir atau bisnis suaminya berkembang pesat. Anak-anaknya secara pendidikan, mental, spiritual terus tumbuh dan memiliki karakter yang kuat.
Pendidikan berkarakter bagi anak bukan hanya ditentukan prestasi akademik di sekolah, hafal doa dan ayat-ayat pendek dari Kitab Suci, dan menjadi “anak baik” saat diajak bepergian. Tetapi lebih penting dari itu, sentuhan, perhatian dan transfer attitude serta suri tauladan yang bisa dirasakan, dilihat dan didengar seorang anak, terutama dari ibunya.
Dengan tugas yang begitu berat itu, seharusnyalah ia dihormati, dijaga, dimuliakan dan dibayar sangat mahal oleh suaminya. Ia tak harus lelah bekerja, berkarir atau berbisnis. Karena bekerja bukanlah tugas utama seorang istri, maka andai ia berpenghasilan sungguh wajar apabila suami tidak berhak satu rupiahpun atas penghasilan istri. Sang suamipun harus tahu diri dan memiliki rasa malu meminta penghasilan istrinya.
Dari hasil diskusi tadi malam kami berkesimpulan, agar tak galau memang istri perlu aktivitas tambahan. Aktivitas itu tidak harus selalu bekerja, berbisnis atau sesuatu yang menghasilkan uang. Seorang istri harus diberi kesempatan dan dukungan untuk bisa berbagi dan berkontribusi sesuai dengan passionnya agar ia merasa semakin eksis dan kahadirannya di dunia memiliki arti.
Saat istri saya sudah tidur, saya merenung dan berkata dalam hati,
“Tugasmu begitu berat, mendukungku dan menemani anak-anak hingga bisa tumbuh seperti sekarang. Tetapi aku merasa penghargaanku kepadamu masih sangat kecil dibandingkan pengorbananmu. Maafkan aku istriku, ternyata aku bukan suami yang sempurna.”
Tadi malam, dua jam lebih saya berdiskusi dengan istri tentang eksistensi seorang istri. Ternyata banyak wanita yang galau. Mereka ingin eksis, tetapi bingung. Ingin bisnis, takut. Ingin mengejar karir, waktunya tidak seleluasa para pria. Ingin fokus mendidik anak, tetapi kemudian merasa ilmu yang didapat saat kuliah sia-sia.
Banyak wanita yang salah persepsi, mengira eksistensi istri itu dilihat dari penghasilan yang mereka dapatkan. Salah kaprah ini menjadikan tugas tambahan untuk seorang istri menjadi semakin berat. Hal ini terkadang diperparah dengan suami yang sering “memalak” penghasilan istri.
Sebenarnya tugas utama istri itu begitu berat dan mulia. Apa itu?
Mendukung suami menjadi lelaki yang hebat dalam karir atau bisnis sekaligus mendidik serta menyiapkan masa depan anak. Peran yang bisa dijalankannya begitu besar, ia manajer di rumah, pelatih, partner, konsultan dan pengayom bagi anggota keluarganya.
Apakah wanita tidak boleh bekerja atau berkarir ?
Tentu boleh, tetapi setelah tugas utamanya terselesaikan dengan sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan karir atau bisnis suaminya berkembang pesat. Anak-anaknya secara pendidikan, mental, spiritual terus tumbuh dan memiliki karakter yang kuat.
Pendidikan berkarakter bagi anak bukan hanya ditentukan prestasi akademik di sekolah, hafal doa dan ayat-ayat pendek dari Kitab Suci, dan menjadi “anak baik” saat diajak bepergian. Tetapi lebih penting dari itu, sentuhan, perhatian dan transfer attitude serta suri tauladan yang bisa dirasakan, dilihat dan didengar seorang anak, terutama dari ibunya.
Dengan tugas yang begitu berat itu, seharusnyalah ia dihormati, dijaga, dimuliakan dan dibayar sangat mahal oleh suaminya. Ia tak harus lelah bekerja, berkarir atau berbisnis. Karena bekerja bukanlah tugas utama seorang istri, maka andai ia berpenghasilan sungguh wajar apabila suami tidak berhak satu rupiahpun atas penghasilan istri. Sang suamipun harus tahu diri dan memiliki rasa malu meminta penghasilan istrinya.
Dari hasil diskusi tadi malam kami berkesimpulan, agar tak galau memang istri perlu aktivitas tambahan. Aktivitas itu tidak harus selalu bekerja, berbisnis atau sesuatu yang menghasilkan uang. Seorang istri harus diberi kesempatan dan dukungan untuk bisa berbagi dan berkontribusi sesuai dengan passionnya agar ia merasa semakin eksis dan kahadirannya di dunia memiliki arti.
Saat istri saya sudah tidur, saya merenung dan berkata dalam hati,
“Tugasmu begitu berat, mendukungku dan menemani anak-anak hingga bisa tumbuh seperti sekarang. Tetapi aku merasa penghargaanku kepadamu masih sangat kecil dibandingkan pengorbananmu. Maafkan aku istriku, ternyata aku bukan suami yang sempurna.”
Jaminan Surga Untukmu Istriku
Ketaatan istri pada suami adalah jaminan surganya. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika seorang wanita melaksanakan shalat lima waktunya, melaksanakan shaum pada
bulannya, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, maka ia akan masuk surga
dari pintu mana saja ia kehendaki.” (HR Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Karena
Ketaatan dan Keikhlasanmu Menghadapiku Menjadi Pahala Bagimu
Syaikhul Islam berkata, “Firman Allah, “Sebab itu maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diriketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisa [4]: 34)
Salam Sukses Mulia!
Baca juga :
loading...
0 Response to "Maafkan Aku Istriku, Rumah Tangga Ini Sepertinya Jadi Neraka Bagimu Namun Kelak Menjadi Surga Karena Keikhlasanmu…"
Posting Komentar